Jumat, 15 April 2011

SURAT CINTA PALING INDAH SEPANJANG MASA

By. Dsy Ccy


Segala puji bagi Allah… yg telah memuliakan kedudukan kedua orang tua, dan telah menjadikan mereka berdua sebagai pintu tengah menuju surga.
Shalawat serta salam hamba -yg lemah ini- panjatkan keharibaan Nabi yg mulia, keluarga serta para sahabatnya hingga hari kiamat. Amin…


Ibu…
Aku terima suratmu yg engkau tulis dg tetesan air mata dan duka… aku telah membaca semuanya… tidak ada satu huruf pun yg aku sisakan.
Tapi tahukah engkau, wahai Ibu… bahwa aku membacanya semenjak shalat Isya’… Semenjak sholat isya’… aku duduk di pintu kamar, aku buka surat yg engkau tuliskan untukku… dan aku baru selesaikan membacanya setelah ayam berkokok… setelah fajar terbit dan adzan pertama telah dikumandangkan…
Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut, jika ditaruhkan di atas batu, tentu ia akan pecah… Jika engkau letakkan di atas daun yg hijau, tentu dia akan kering…
Sebenarnya, surat yg engkau tulis tersebut tidak akan tertelan oleh ayam… Sebenarnya, wahai ibu, suratmu itu bagiku bagaikan petir kemurkaan, yg jika dipecutkan ke pohon yg besar, dia akan rebah dan terbakar…
Suratmu wahai ibu, bagaikan awan Kaum Tsamud, yg datang berarak dan telah siap dimuntahkan kepadaku…

Ibu…
Aku telah baca suratmu, sedangkan air mataku tidak pernah berhenti!! Bagaimana tidak… Jika surat itu ditulis oleh seorang yg bukan ibu dan bukan ditujukan pula kepadaku, layaklah orang yg paling bebal, untuk menangis sejadi-jadinya… Bagaimana kiranya, jika yg menulis itu adalah ibuku sendiri… dan surat itu ditujukan untukku sendiri…
Sungguh aku sering membaca kisah sedih, tidak terasa bantal yg dijadikan tempat bersandar telah basah karena air mata… Bagaimana pula dg surat yg ibu tulis itu!? bukan cerita yg ibu karang, atau sebuah drama yg ibu perankan, akan tetapi dia adalah kenyataan hidup yg ibu rasakan.

Ibuku yg kusayangi…
Sungguh berat cobaanmu… sungguh malang penderitaanmu… semua yg engkau telah sebutkan benar adanya…
Aku masih ingat ketika engkau ditinggalkan ayah pada masa engkau hamil tua mengandung adikku. Ayah pergi entah kemana tanpa meninggalkan uang belanja, jadilah engkau mencari apa yg dapat dimasak di sekitar rumah dari dedaunan dan tumbuhan.
Dg jalan berat engkau melangkah ke kedai untuk membeli ala kadarnya, sambil engkau membisikkan kepada penjual bahwa apa yg engkau ambil tersebut adalah hutang… hutang… yg engkau sendiri tidak tahu, kapan engkau akan dapat melunasinya…

Ibu…
Aku masih ingat ketika kami anak-anakmu menangis untuk dibuatkan makanan, engkau tiba-tiba menggapai atap dapur untuk mengambil kerak nasi yg telah lama engkau jemur dan keringkan…
Tidak jarang pula engkau simpan untukku sepulang sekolah tumbung kelapa, hanya untuk melihat aku mengambilnya dg segera.
Aku masih ingat… engkau sengaja ambilkan air didih dari nasi yg sedang dimasak, ketika engkau temukan aku dalam keadaan sakit demam.

Ibu…
maafkanlah anakmu ini… aku tahu bahwa semenjak engkau gadis, sebagaimana yg diceritakan oleh nenek sampai engkau telah tua seperti sekarang ini, engkau belum pernah mengecap kebahagiaan.
Duniamu hanya rumah serta halamannya, kehidupanmu hanya dg anak-anakmu… Belum pernah aku melihat engkau tertawa bahagia, kecuali ketika kami anak-anakmu datang ziarah kepadamu. Selain dari itu, tidak ada kebahagiaan… Semua hidupmu adalah perjuangan. Semua hari-harimu adalah pengorbanan

Ibu…
Maafkan anakmu ini! Semenjak engkau pilihkan untukku seorang istri, wanita yg telah engkau puji sifat dan akhlaknya… yg engkau telah sanjung pula suku dan negerinya! Semenjak itu pula aku seakan-akan lupa deganmu…

Wahai ibu…
Keberadaan dia sebagai istriku telah membuatku lupa posisi engkau sebagai ibuku… senyuman dan sapaannya telah melupakanku dg himbauanmu.
Ibu… aku tidak menyalahkan wanita pilihanmu tersebut, karena kewajibannya untuk menunaikan tanggung-jawabnya sebagai istri… Aku berharap pada permasalahan ini, engkau tidak membawa-bawa namanya, dan mengaitkan kedurhakaanku kepadamu karenanya… Karena selama ini, di mataku dia adalah istri yg baik, istri yg telah berupaya berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya… Istri yg selalu menyuruh untuk berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua.

Ibu…
Ketika seorang laki-laki menikah dg seorang wanita, maka seolah-olah dia telah mendapatkan permainan baru, seperti anak kecil mendapatkan boneka atau orang-orangan. Maafkan aku ibu…
Aku tidaklah membela diriku, karena dari awal dan akhir pembicaraan ini kesalahan ada padaku, anakmu ini… Akan tetapi aku ingin menerangkan keadaan yg aku alami, perubahan suasana setelah engkau dan aku berpisah, tidak satu atap lagi…

Ibu…
Perkawinanku membuatku masuk ke alam dunia baru… dunia yg selama ini tidak pernah aku kenal… dunia yg hanya ada aku, istri dan anak-anakku… Bagaimana tidak, istri yg baik, anak-anak yg lucu-lucu! Maafkan aku Ibu… Maafkan aku anakmu… aku merasa dunia hanya milik kami, aku tidak peduli dg keadaan orang yg penting bagiku… yg penting bagiku adalah keadaan mereka: anak-anak dan istriku…

Ibu…
Maafkan aku, anakmu… Ampunkan aku, anakmu… Aku telah lalai… aku telah alpa… aku telah lupa… aku telah menyia-nyiakanmu…
Aku pernah mendengar kajian, bahwa orang tua difitrahkan untuk cinta kepada anaknya, akan tetapi anak difitrahkan untuk menyia-nyiakan orang tuanya… Oleh sebab itu, dilarang mencintai anak secara berlebihan, sebagaimana anak dilarang berbuat durhaka kepada orang tuanya… Itulah yg terjadi pada diriku, wahai Ibu!!
Aku pasti akan gila ketika melihat anakku sakit… Aku seperti orang kebingungan ketika melihat anakku diare… Tapi itu sulit, aku rasakan jika hal itu terjadi padamu wahai ibu… Itu sulit aku rasakan, jika seandainya hal itu terjadi pada ibu, dan pada ayah…

Ibu…
Sulit aku merasakan perasaanmu…
Kalaulah bukan karena bimbingan agama yg telah engkau talqinkan kepadaku, tentu aku telah seperti kebanyakan anak-anak yg durhaka kepada orang tuanya!!
Kalaulah bukan karena baktimu pula kepada orang tuamu dan orang tua ayahmu, niscaya aku tidak akan pernah mengenal arti bakti kepada orang tua.
Setelah suratmu datang, baru aku mengerti… Karena selama ini hal itu tidak pernah engkau ungkapkan, semuanya engkau simpan dalam-dalam seperti semua permasalahan berat, yg engkau hadapi selama ini.
Sekarang baru aku mengerti, wahai ibu… bahwa hari yg sulit bagi seorang ibu, adalah hari di mana anak laki-lakinya telah menikah dg seorang wanita… wanita yg telah mendapat keberuntungan…
Bagaimana tidak… Dia dapatkan seorang laki-laki yg telah matang pribadinya dan matang ekonominya, dari seorang ibu yg telah letih membesarkannya… Dari hidup ibu itulah ia dapatkan kematangan jiwa, dan dari uang ibu itu pulalah ia dapatkan kematangan ekonomi… Sekarang, -dg ikhlas- ia berikan kepada seorang wanita yg tidak ada hubungan denganya, kecuali hubungan dua wanita yg saling berebut perhatian seorang laik-laki… Dia sebagai anak dari ibunya dan dia sebagai suami dari istrinya.

Ibuku sayang…
Maafkan aku… Ampunkan diriku… Satu tetesan air matamu adalah lautan api neraka bagiku… Janganlah engkau menangis lagi, janganlah engkau berduka lagi!… Karena duka dan tangismu menambah dalam jatuhku ke dalam api neraka!! Aku takut Ibu…
Kalau itu pula yg akan kuperoleh… kalau neraka pula yg akan aku dapatkan… ijinkan aku membuang semua kebahagiaanku selama ini, hanya demi untuk dapat menyeka air matamu…
Kalau engkau masih akan murka kepadaku, izinkan aku datang kepadamu membawa segala yg aku miliki lalu menyerahkannya kepadamu, lalu terserah engkau… terserah engkau, mau engkau buat apa…
Sungguh ibu, dari hati aku katakan, aku tidak mau masuk neraka, sekalipun aku memiliki kekuasaan Firaun… kekayaan Karun… dan keahlian Haman… Niscaya aku tidak akan tukar dg kesengsaraan di akhirat sekalipun sesaat… Siapa pula yg tahan dg azab neraka, wahai Bunda… maafkan aku anakmu, wahai ibu!!
Adapun sebutanmu tentang keluhan dan pengaduan kepada Allah ta’ala, bahwa engkau belum mau mengangkatnya ke langit… bahwa engkau belum mau berdoa kepada Alloh akan kedurhakaanku… Maka, ampun, wahai Ibu!!
Kalaulah itu yg terjadi… dan do’a itu tersampaikan ke langit! Salah pula ucapan lisanmu!! Apalah jadinya nanti diriku… Apalah jadinya nanti diriku… Tentu aku akan menjadi tunggul yg tumbang disambar petir… apalah gunanya kemegahan, sekiranya engkau do’akan atasku kebinasaan, tentu aku akan menjadi pohon yg tidak berakar ke bumi dan dahannya tidak bisa sampai ke langit, di tengahnya dimakan kumbang pula…
Kalaulah do’amu terucap atasku, wahai bunda… maka, tidak ada lagi gunanya hidup… tidak ada lagi gunanya kekayaan, tidak ada lagi gunanya banyak pergaulan…
Ibu dalam sepanjang sejarah anak manusia yg kubaca, tidak ada yg bahagia setelah kena kutuk orang tuanya. Itu di dunia, maka aku tidak dapat bayangkan bagaimana nasibnya di akherat, tentu ia lebih sengsara…

Ibu…
Setelah membaca suratmu, baru aku menyadari kekhilafan, kealfaan dan kelalaianku.
Ibu… Suratmu akan kujadikan “jimat” dalam hidupku… setiap kali aku lalai dalam berkhidmat kepadamu akan aku baca ulang kembali… tiap kali aku lengah darimu akan kutalqinkan diriku dengannya… Akan kusimpan dalam lubuk hatiku, sebelum aku menyimpannya dalam kotak wasiatku… Akan aku sampaikan kepada anak keturunanku, bahwa ayah mereka dahulu pernah lalai di dalam berbakti, lalu ia sadar dan kembali kepada kebenaran… ayah mereka pernah berbuat salah, sehingga ia telah menyakiti hati orang yg seharusnya ia cintai, lalu ia kembali kepada petunjuk.

Bunda…
Tua… engkau berbicara tentang tua, wahai bunda…?! siapa yg tidak mengalami ketuaan, wahai ibu!!
Burung elang yg terbang di angkasa, tidak pernah bermain kecuali di tempat yg tinggi… suatu saat nanti dia akan jatuh jua, dikejar, dan diperebutkan oleh burung-burung kecil.
Singa, si raja hutan yg selalu memangsa, jika telah tiba tua, dia akan dikejar-kejar oleh anjing kecil tanpa ada perlawanan… Tidak ada kekuasaan yg kekal, tidak ada kekayaan yg abadi, yg tersisa hanya amal baik atau amal buruk yg akan dipertanggungjawabkan.

Ibu…
Do’akan anakmu ini, agar menjadi anak yg berbakti kepadamu, di masa banyak anak yg durhaka kepada orang tuanya… Angkatlah ke langit munajatmu untukku, agar aku akan memperoleh kebahagiaan abadi di dunia dan di akherat.

Ibu…
sesampainya suratku ini, insya Allah tidak akan ada lagi air mata yg jatuh karena ulah anakmu… setelah ini tidak ada lagi kejauhan antaraku denganmu…
bahagiamu adalah bahagiaku… kesedihanmu adalah kesedihanku… senyumanmu adalah senyumanku… tangismu adalah tangisku…
Aku berjanji, untuk selalu berbakti kepadamu buat selamanya, dan aku berharap agar aku dapat membahagiakanmu selagi mataku masih bisa berkedip… maka bahagiakanlah dirimu… buanglah segala kesedihan, cobalah tersenyum… Ini kami… aku, istri, dan anak-anak sedang bersiap-siap untuk bersimpuh di hadapanmu, mencium tanganmu.
Salam hangat dari anakmu yg durhaka…


(Disadur dari kajian Ustadz Armen -rohimahulloh-)

MENCINTAI SUAMI SETELAH TIADA


By. Dsy Ccy

Ini adalah kisah nyata yang akan menginspirasi kita semua, saya dapatkan dari sebuah notes di facebook bernama Rina Amalina. Semoga dapat menjadi pelajaran dan HIKMAH bagi kita semua.


Suamiku kini telah tiada dan penyesalanku yg terus ada

Ini adalah kisah nyata di kehidupanku
Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada
Begitu besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku
Begitu tulus kasih sayangnya untukku dan anakku

Suamiku adalah seorang pekerja keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup.

Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah,tak kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah.

Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku,tak mengerti aku,dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.

Tapi kini aku tahu.
Semua ucapanku selama ini salah.dan hanya menjadi penyesalanku karena dia telah tiada.
Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya. Bahwa dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.
Dia berkata, “ Setiap kali kami ajak dia makan siang, mas Anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali, alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “ Aku belum melihat istriku makan siang dan aku belum melihat anakku minum susu dengan riang.lalu bagaimana aku bisa makan siang.” Saat itu tertegun,aku salut pada suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja orang yang sangat sayang pada keluarga,tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.”

Aku menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok yang hebat.

Teringat akan amarahku pada suamiku, aku selalu mengatakan dia slalu menyibukkan diri pada pekerjaan,dia tak pernah peduli pada anak kita. Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi:

“ Perusahaan kecil CV.Anwar Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV.Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera. Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu yang memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa,kasih sayang yang lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran. Maaf ayah agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin, sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.”

Membaca itu, benar-benar baru kusadari.betapa suamiku menyayangi putraku. betapa dia mempersiapkan masa depan putraku sedari dini. Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita.

Setiap suamiku pulang kerja. Dia selalu mengatakan, “ Ibu capai? Istirahat dulu saja”
Dengan kasar kukatakan, “ Ya jelas aku capai, semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak, urus cucian, masak, ayah tahunya ya pulang datang bersih. titik.”
Sungguh,bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh ikhlas.

Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung di ruang kerjanya.tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami. Pegawai tersebut bercerita kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku:

“Pak kenapa cari klinik yang termurah? Saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula.”

Dan suamiku menjawab, “ Tak usahlah terlalu mahal. Aku cukup saja, aku ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan ikhlas.”

Tuhan..Maafkan hamba Tuhan, hamba tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini. Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang kini ada.

Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain. Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah penyesalan dan tak merubah apa-apa.

Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari.

Banggalah pada suamimu, karena ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya.

Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan beban berat di luar sana.

Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu.
Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata lebar-lebar.
Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya.


Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku bangga padamu,aku sayang padamu.

Istrimu
Rina

KETIKA HARUS MEMILIH

By. Dsy Csy

Saudaraku…
Ada cerita menarik yang bisa diambil HIKMAHnya:


Pada suatu kelas extention, seorang dosen mengadakan suatu permainan kecil kepada mahasiswanya yang
sudah berumah tangga.

"Mari Kita buat satu permainan, mohon satu orang bantu saya sebentar."

Kemudian salah satu mahasiswa berjalan menuju Papan Tulis.

Dosen: ”Silahkan Tulis 10 nama yg paling dekat dengan anda pada papan Tulis !”

Dalam sekejap sudah dituliskan semuanya oleh mahasiswa tersebut. Ada nama tetangganya, nama orang tuanya, kekasihnya, anaknya dan lain-lain.

Dosen: ”Sekarang silahkan coret 2 nama yg menurut anda tidak penting !”

Mahasiswa itu lalu mencoret nama tetangganya.

Dosen: ”Silahkan Coret 2 lagi !”

Mahasiswa itu lalu mencoret nama teman-teman kantornya.

Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”

Mahasiswa Itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan seterus sampai tersisa 3 nama yaitu orang tuanya, istrinya, dan anaknya.

Suasana kelas hening. Mereka mengira semua sudah selesai dan tidak ada lagi yg harus dipilih.

Tiba tiba Dosen Berkata : ”Silahkan Coret 1 lagi !”

Mahasiswa itu perlahan mengambil pilihan yg amat sulit lalu dia mencoret nama orang tuanya secara perlahan.

Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”

Hatinya menjadi bingung. Kemudian mengangkat kapur dan lambat laun mencoret nama anaknya. Dalam sekejap waktu mahasiswa itupun menangis
.

Setelah suasana tenang sang Dosen bertanya kepada Mahasiswa itu. "Orang terkasihmu bukan orang tuamu dan anakmu? Orang tua yang membesarkan Anda, anak anda adalah darah daging anda , sedang istri itu bisa di cari lagi. Tapi mengapa anda berbalik memilih istri anda sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan ?”

Semua orang didalam kelas terpana dan menunggu apa jawaban dari Mahasiswa tersebut.

Lalu mahasiswa itu perlahan berkata, "Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan meninggalkan saya, sedang anak jika sudah dewasa setelah itu menikah pasti meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah istri saya."

Saudaraku...
Rugi dan binasalah suami-suami yang tidak menghargai isteri mereka.
Karena isteri inilah yang telah memberikan segalanya.
Dia telah memberikan kita anak, mengurus rumah, keuangan.
Menyiapkan makanan, baju dan menjadi penghibur kita .
Dan dia akan tetap setia menemani dan mengurus kita sampai ajal menjemput, walaupun yang lain telah pergi dengan urusannya.
Biarpun tak secantik bintang, tetapi dia adalah isterimu.
Dan dialah yang halal untukmu.

Sayangi dan syukuri…..

Firman Allah :
"Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Kemudian apabila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak." (QS An-Nisaa:19)

Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Janganlah seorang mukmin membenci mukminah, jika ia tidak suka salah satu akhlaq (istri)nya, ia menyukai daripadanya akhlaq yang lain” –atau beliau bersabda ; “sesuatu yang lainnya”. (HR.Muslim)

Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Berwasiatlah kepada wanita dengan baik, sebab wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok pada tulang rusuk adalah bagian atasnya. Maka apabila kamu langsung meluruskannya maka kamu telah mematahkannya. Dan apabila kamu membiarkannya, maka dia akan bengkok selamanya, maka berpesan-pesanlah kepada wanita”. (HR.Bukhari-Muslim)

”Wanita itu bagaikan tulang rusuk, jika kamu meluruskannya (secara paksa) maka kamu mematahkannya, dan jika kamu mencari kepuasan daripadanya maka kamu akan mendapatkannya, dan padanya tetap ada yang bengkok”. (HR.Bukhari-Muslim)

Dari Mu’awiyah Ibn Haidah ra, dia berkata :”Saya bertanya kepada Rasulullah : ”Wahai Rasulullah apa hak istri salah seorang kami atas suaminya ?”. Beliau menjawab :”Kamu memberinya makan kalau kamu makan, kamu memberinya pakaian kalau kamu berpakaian, jangan memukul wajah, jangan mencaci menjelek-jelekkan dan jangan berpisah ranjang dengannya kecuali dalam satu rumah”. *) (HR.Abu Daud, hadits hasan)

Dari Abddullah Ibn Umar Ibn Al-Ash ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : ”Dunia ini adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah”. (HR.Muslim)

Wallahu a'lam bi showab
Add a caption
<<< Ketika Harus Memilih >>>

Saudaraku…
Ada cerita menarik yang bisa diambil HIKMAHnya:


Pada suatu kelas extention, seorang dosen mengadakan suatu permainan kecil kepada mahasiswanya yang
sudah berumah tangga.

"Mari Kita buat satu permainan, mohon satu orang bantu saya sebentar."

Kemudian salah satu mahasiswa berjalan menuju Papan Tulis.

Dosen: ”Silahkan Tulis 10 nama yg paling dekat dengan anda pada papan Tulis !”

Dalam sekejap sudah dituliskan semuanya oleh mahasiswa tersebut. Ada nama tetangganya, nama orang tuanya, kekasihnya, anaknya dan lain-lain.

Dosen: ”Sekarang silahkan coret 2 nama yg menurut anda tidak penting !”

Mahasiswa itu lalu mencoret nama tetangganya.

Dosen: ”Silahkan Coret 2 lagi !”

Mahasiswa itu lalu mencoret nama teman-teman kantornya.

Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”

Mahasiswa Itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan seterus sampai tersisa 3 nama yaitu orang tuanya, istrinya, dan anaknya.

Suasana kelas hening. Mereka mengira semua sudah selesai dan tidak ada lagi yg harus dipilih.

Tiba tiba Dosen Berkata : ”Silahkan Coret 1 lagi !”

Mahasiswa itu perlahan mengambil pilihan yg amat sulit lalu dia mencoret nama orang tuanya secara perlahan.

Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”

Hatinya menjadi bingung. Kemudian mengangkat kapur dan lambat laun mencoret nama anaknya. Dalam sekejap waktu mahasiswa itupun menangis
.

Setelah suasana tenang sang Dosen bertanya kepada Mahasiswa itu. "Orang terkasihmu bukan orang tuamu dan anakmu? Orang tua yang membesarkan Anda, anak anda adalah darah daging anda , sedang istri itu bisa di cari lagi. Tapi mengapa anda berbalik memilih istri anda sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan ?”

Semua orang didalam kelas terpana dan menunggu apa jawaban dari Mahasiswa tersebut.

Lalu mahasiswa itu perlahan berkata, "Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan meninggalkan saya, sedang anak jika sudah dewasa setelah itu menikah pasti meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah istri saya."

Saudaraku...
Rugi dan binasalah suami-suami yang tidak menghargai isteri mereka.
Karena isteri inilah yang telah memberikan segalanya.
Dia telah memberikan kita anak, mengurus rumah, keuangan.
Menyiapkan makanan, baju dan menjadi penghibur kita .
Dan dia akan tetap setia menemani dan mengurus kita sampai ajal menjemput, walaupun yang lain telah pergi dengan urusannya.
Biarpun tak secantik bintang, tetapi dia adalah isterimu.
Dan dialah yang halal untukmu.

Sayangi dan syukuri…..

Firman Allah :
"Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Kemudian apabila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak." (QS An-Nisaa:19)

Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Janganlah seorang mukmin membenci mukminah, jika ia tidak suka salah satu akhlaq (istri)nya, ia menyukai daripadanya akhlaq yang lain” –atau beliau bersabda ; “sesuatu yang lainnya”. (HR.Muslim)

Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Berwasiatlah kepada wanita dengan baik, sebab wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok pada tulang rusuk adalah bagian atasnya. Maka apabila kamu langsung meluruskannya maka kamu telah mematahkannya. Dan apabila kamu membiarkannya, maka dia akan bengkok selamanya, maka berpesan-pesanlah kepada wanita”. (HR.Bukhari-Muslim)

”Wanita itu bagaikan tulang rusuk, jika kamu meluruskannya (secara paksa) maka kamu mematahkannya, dan jika kamu mencari kepuasan daripadanya maka kamu akan mendapatkannya, dan padanya tetap ada yang bengkok”. (HR.Bukhari-Muslim)

Dari Mu’awiyah Ibn Haidah ra, dia berkata :”Saya bertanya kepada Rasulullah : ”Wahai Rasulullah apa hak istri salah seorang kami atas suaminya ?”. Beliau menjawab :”Kamu memberinya makan kalau kamu makan, kamu memberinya pakaian kalau kamu berpakaian, jangan memukul wajah, jangan mencaci menjelek-jelekkan dan jangan berpisah ranjang dengannya kecuali dalam satu rumah”. *) (HR.Abu Daud, hadits hasan)

Dari Abddullah Ibn Umar Ibn Al-Ash ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : ”Dunia ini adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah”. (HR.Muslim)

Wallahu a'lam bi showab

CINTA BUTUH KESABARAN

By. Teh Dsy Ccy

Cerita ini merupakan kisah perjalanan hidup yang ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.
Cukup panjang tapi insyAllah bermanfaat...
Bacalah, semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
(semoga menjadi pengingat untuk kalian saudariku seiman, ketika sudah melangkah ke dalam kehidupan baru)

***

Cinta itu butuh kesabaran.
Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita???
Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..
Aku menjadi perempuan yg paling bahagia...
Pernikahan kami sederhana namun meriah...
Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.
Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.
Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku, sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.
Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.

***

Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) ditengah keharmonisan rumah tangga kami.
Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.
Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku.
Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.
Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku.
Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suamiku, aku dihina-hina oleh mereka.
Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.

Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.
Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat didalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.
Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.
Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, "Assalammu’alaikum" dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak didepan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.
Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata "Assalammu’alaikum", ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.
Lalu,Ibu nya berbicara denganku.
"Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri".
Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.
Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, "lebih baik kau pulang saja, ada kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja."
Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya Salah ataupun Tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.
Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

***

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada dibenakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.
Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru saja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.
Aku bertanya, "Ada apa kamu memanggilku?"
Ia berkata, "Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang"
Aku menjawab, "Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan?"
"Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku", jawabnya tegas.
"Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?", tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.
"Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti", jawabnya tegas.
"Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?", lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.
Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.
Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama Suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena Suamiku sangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja yang pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.
Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.
Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi.
Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.
Hati ini sedih akan ditinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.

***

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.

Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti dililit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.
Aku menangis.. Apa yang bisa aku banggakan lagi??
Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.
Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, "kapankah ia segera pulang?" aku tak tahu.. Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..
Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.
Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung.
Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.

Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.
Ia menulis, "aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi."
Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya dirumah.
Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.
Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk kedalam rumah kami.
Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..
Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..
Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaannya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.
Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.

***

Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.
Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?
Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, "Loe pikir aja sendiri!!!." Telpon pun langsung terputus.
Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.

Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah..
Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.

Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan prilakunya.
Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.
Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.
Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.
Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.

"Ya, ada apa Yah!" sahutku dengan memanggil nama kesayangannya "Ayah".
"Lusa kita siap-siap ke Sabang ya." Jawabnya tegas.
"Ada apa? Mengapa?", sahutku penuh dengan keheranan.
Astaghfirullah.. suamiku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.

Dia mengatakan "Kau ikut saja jangan banyak tanya!!"
Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.
Lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku. .

***

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..
Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir, tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.
Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.
Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.
"Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha". Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.
"Ada apa ya Nek?" sahutku dengan penuh tanya..
Nenek pun menjawab, "Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!."
Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?
"Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu. Sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau diatur,dan akhirnya menikahlah ia dengan kau." Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.
Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.
"Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya", neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.

Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, "kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?"
MasyaAllah,kuatkan hati ini. Aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..
Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau
kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.
"Fish, jawab!." Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.
Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas.
Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah.
"Untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami.."
Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.

Aku lalu bertanya kepada suamiku, "Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?"
Suamiku menjawab, "Dia Desi!"
Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, "Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?."
Ayah mertuaku menjawab, "Pernikahannya 2 minggu lagi."

"Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu dirumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok", setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.
Tak tahan lagi,air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..

Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?
Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, "sudah tidak cantikkah aku ini?"
Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.
Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu.
Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, "terima kasih ayah,kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iyakan?."

Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo.
Dalam hatiku bertanya, "mengapa ia sangat cuek?" dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, "sudah malam, kita istirahat yuk!"
"Aku sholat isya dulu baru aku tidur", jawabku tenang.
Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.
Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu.. Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.
Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku

save di mydocument yang bertitle "Aku Mencintaimu Suamiku."

Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama,lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.
"Apakah kamu sudah siap?"
Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :
"Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..", perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.
Tiba-tiba suamiku menjawab "Lalu apa Bunda?"
Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar.
"Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?", pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.
Dia mengangguk dan berkata, "Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?", sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum sambil berkata, "Kita lihat saja nanti ya!". Dia memelukku dan berkata, "bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama.."
Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, "Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah! Dulu,waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah." Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, "Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah".
Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.
Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, "bunda baik-baik saja kan?" tanyanya dengan penuh khawatir.
Aku pun menjawab, "bisa memeluk dia melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik,Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang."
Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.
Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, "Ayah jangan!!", tapi aku ingat akan kondisiku.
Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang.
Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku..
Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya.. aku kuat.
Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir diacara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.
Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini?
Sementara itu Desi disambut hangat didalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang dimusuhi.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.
Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.

"Kamu datang ke sini, aku pun tahu", ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, "maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku"
Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..

Suamiku berbisik, "Bunda kok kurus?"
Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.
Aku pun berkata, "Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?"

"Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois." Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.
Lalu suamiku berkata, "Bun, Ayah minta maaf telah menelantarkan bunda..
Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi..
Ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat "seperti itu" dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip("seperti itu").
Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda.."
Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.
Aku hanya menjawab, "Aku sudah ceritakan itu kan Yah..
Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah.. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.."
Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.

Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.
Keesokan harinya…
Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku.
Aku pun dilarikan ke rumah sakit..
Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku..
Aku merasakan tanganku basah..
Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, "Bunda, Ayah minta maaf…"

Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?

Aku berkata dengan suara yang lirih, "Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah.."
"Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah.”
Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.
Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.
Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..
Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka..

Menemaninya ketika ia mengalami kesulitan..........
Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.
Untuk Ibu mertuaku : Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu. Ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami.
Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma?
Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma?

Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku.. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya..

Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.

============ ========= ========= ========== ========== =========
============ ========= ========= ========== ========== =========

Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah..
Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu?
Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah?
Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah.
Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku.
Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.
Aku sangat marah..
Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan ibunya..
Aku tak mau sakit hati lagi..
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu..
Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku. .
Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..
Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu. Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui, tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu..
Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?
Ayah.. aku masih tak rela..
Tapi aku harus ikhlas menerimanya.
Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya. Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku. Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir. Sebelum ajal ini menjemputku.
"Ayah.. aku kangen Ayah.."

============ ========= ========= ========= ========= ========

"Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri."
Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur..
Bunda akan selalu hidup dihati ayah..
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..
Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah dicreambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.
Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..
Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin Ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus..
Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..
Bunda.. kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui..
Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang..
Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu mengiyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka.
Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja..
Tunggulah Ayah disana Bunda..

"Ayah Sayang Bunda…."